Followers

Jumat, 31 Agustus 2018

TATA CARA PEMBUATAN SIM C KOTA KLATEN



Halo semuanya, salam kenal ya dengan saya, seorang bapak yang berasal dari salah satu desa terpencil yang ada di kota Klaten. Emm, sebenarnya saya agak takut juga sih menulis hal ini. Dikarenakan, yeah, tahu sendiri ya, sepertinya menulis sesuatu yang berhubungan dengan sebuah institusi mungkin bisa menyinggung banyak pihak, atau mungkin ada pihak-pihak tertentu yang mungkin kurang berkenan dengan review saya, atau apalah yang lainnya. 

Tapi, dikarenakan kota Klaten ini sangat minim informasi mengenai hal ini, terutama di internet, dengan tidak tersedianya sarana edukasi mengenai tata cara pembuatan SIM secara langsung (tidak seperti di kota-kota lain yang sudah banyak sekali video yang tersebar di youtube, dll), maka saya merasa perlu untuk memulainya, sebisa saya, sepengalaman saya. 
Tulisan ini tidak saya maksudkan untuk menyudutkan pihak-pihak tertentu, tapi ini murni karena saya ingin membantu teman-teman yang tinggal di kota Klaten yang ingin membuat SIM baru. 
Kira-kira seperti itu ya. Semoga bisa dimengerti.
Yuk, kita mulai membuat SIM baru!
……………………………………………………………………………………..

Hal pertama yang harus kita lakukan untuk membuat SIM baru adalah datang ke Polres di sekitaran Jalan Diponegoro, Klaten. 

Kalau saya kemarin sih berangkat dari rumah sekitar pukul 07.15 WIB, dengan jarak tempuh dari rumah menuju Polres sekitar 30 menit. Dengan perkiraan Polres akan buka pukul 08.00 seperti jam buka kantor (maksudnya bagian administrasinya ya). Jadi ya dikira-kira saja berangkatnya dari rumah, sesuai jarak tempuh rumah masing-masing.

Sesampainya di pintu utara Polres, saya berhenti sejenak untuk bertanya kepada orang yang berdiri di sana. Dari logat bicaranya, pria paruh baya itu tampak seperti calo, karena belum sempat menjawab pertanyaan saya, ia malah terus-terusan membujuk saya untuk parkir di tempatnya dan menanyai mau cari apa, mau bikin apa, bikin SIM sekarang mahal loh? Saya sampai nggak jenak dibuatnya, dan merasa heran kenapa gerbang Polres sebelah utara kok ditutup? (Dulu kalau saya ke Polres lewat sini soalnya).

Karena curiga (kok di dalam sana ada banyak sekali motor) dan kian nggak jenak dengan orang tua itu yang terus-terusan mengoceh dan memegang sepeda motor saya, daripada nanti saya jalan jauh untuk muter ke depan Polres (ingat, pintu utara ditutup ya), saya langsung ngacir aja dari sana dengan alasan begitu (Kejauhan Pak nanti jalannya, ucap saya). Beralasan begitu aja loh, eh bapak itu masih bilang kalau di dalam Polres itu tidak diperbolehkan untuk parkir. “Coba saja, nanti pasti juga bakal disuruh keluar lagi,” tandasnya. Alasan yang sangat tidak logis ya, pikir saya

Dan setelah saya masuk ke Polres, ternyata aman-aman saja tuh, nggak ada cegatan, nggak ditanyai bapak polisi yang jaga di depan, dan setelah masuk ke dalam, ternyata di sana ada banyak tempat parkirnya dan luas-luas. Dinalar aja ya, masa ya sebuah institusi atau gedung perkantoran tidak mempunyai tempat parkir? Kan nggak mungkin. Sekarang ketahuan siapa yang berbohong dan untuk tujuan apa bapak-bapak itu tadi berucap seperti itu.
Setelah parkir (yang kebetulan berada di depan pas) dan menginjak ke gedung yang bertuliskan TEMPAT PENGURUSAN SIM (atau semacam itu), hal pertama yang harus dilakukan adalah langsung menuju ke tempat Fotocopy. Di sana nanti sudah ada petugas yang menanyai kita mau bikin SIM baru atau mau memperpanjang SIM. Mereka sudah tahu caranya, kita tinggal membayar biaya fotocopy saja, dan syarat membuat SIM baru, kita cukup hanya membawa EKTP saja. Nanti petugas fotocopy sudah menyusunnya sendiri, dan kita tinggal melenggang langsung menuju ke tempat pembuatan KIR Dokter. 

Nah, lihat foto di bawah ini ya:  

Nanti berkas fotocopy yang sudah dikasih amplop tadi kita tumpuk di meja antrean, yang sesudah pukul 07.47 sudah antre sekitar 20 an berkas lah. Lumayan ya? Hehe... 

Kantor KIR Dokter ini nanti buka pukul 08.00, dan nama kita akan dipanggil satu-satu untuk masuk ke dalam ruangan. Nggak butuh waktu lama kok, kita cuma masuk saja dan ttd, lalu membayar biaya sebesar 30.000,- untuk KIR Dokternya.

Setelah kita keluar dari ruangan ini dengan membawa berkas, kita lalu menuju ke depan gedung Pembuatan SIM. Di sana sudah ada 2 petugas yang siap melayani kita, dan kita nanti akan diberi blangko kosong yang harus kita isi sendiri (jadi pastikan kita membawa bolpoint sendiri ya biar tidak minjam-minjam, atau biar lebih cepat).

Setelah blangko selesai kita isi dan tanda tangan, kita kembalikan lagi blangko tersebut kepada petugas. Nanti berkas-berkas itu akan disusun kembali dan kita diberi nomor antre, untuk kemudian disuruh menuju ke loket BRI untuk membayar biaya pembuatan SIM C sebesar 100.000,- (siapkan uang cash beberapa ratus ya sebaiknya, biar tidak bolak-balik ke ATM, hehe).

Setelah membayar, kita langsung masuk ke gedung dan menuju ke loket 1, masukkan berkas dan bukti transaksi dari Bank BRI tadi. Setelah itu kita duduk manis menunggu panggilan untuk berfoto dan rekam sidik jari.

(Foto nomor antrean dan Id Card kartu Tamu Pemohon Sim yang musti dikalungkan ke leher kita)


(Foto Loket 1 untuk penyerahan berkas)

Di saat menunggu itulah, saya mengamati segala hal yang ada di dalam ruangan tempat pembuatan SIM itu. Saya foto demi sarana edukasi kepada masyarakat, biar suasana Polres lebih akrab ke masyarakat dan--siapa tahu--dengan ini, menjadikan tidak ada ketakutan untuk masuk ke gedung Polres, khususnya untuk membuat SIM, hehe. (Keberanian saya memotret suasana gedung dikarenakan saya tidak melihat ada tulisan larangan untuk memotret, seperti yang ada di RS misalnya, dan hampir sebagian besar pengunjung juga menggunakan ponsel mereka saat menunggu, entah buat browsing atau FB-an, atau mungkin saya yang kurang jeli juga, dikarenakan terlalu banyaknya tulisan yang tertempel di setiap dinding ruangan dan di segala tempat yang bisa bikin bingung pengunjung, maaf.) 

Cek foto di bawah ya:

 (Ruang foto SIM)


 (Wow, ternyata di ruang Polres ada perpustakaannya juga! Tapi pas saya samperin, ternyata isinya cuma buku-buku tentang berkendara, tentang kepolisian, tentang jalan raya, dll, yang pastinya nggak jauh-jauh dari peraturan berkendara, hehe. Padahal tadi sudah berharap di sana ada semacam novel-novel atau buku-buku sejarah yang enak dibaca dan tentunya bisa mengurangi ketegangan yang sedang melanda. Tapi, its not problem, karena ngantri di tempat ini cuma sebentar saja, alias nggak terlalu lama-lama banget, karena prosesnya cepat, jadi saya kira buku-buku tersebut juga nggak bakalan tersentuh oleh pengunjung dikarenakan itu.)


(Di dalam ruangan pembuatan SIM juga ada tempat bermain anak, Guys. Kejutan yang sama sekali nggak saya kira... Tapi tampaknya orang-orang yang kesini jarang ada yang membawa anak, jadi kayaknya tidak terlalu berfungsi, tapi tentu tetap diperlukan juga.)


(Ada TV-nya juga, serta banner bertuliskan STOP PUNGLI, yang mengingatkan saya pada orang-orang yang berada di luar tadi. Kira-kira seperti itu bisa dinamakan PUNGLI apa bukan to? Eh, maksudnya Calo. Karena sewaktu saya menunggu di KIR Dokter tadi, saya melihat ada yang menyerahkan berkas dari luar, melewati pagar-pagar, untuk diikutsertakan ditumpuk di antrean.)


Nah, setelah nomor antrean kita dipanggil dan kita berfoto untuk kartu SIM kita, kita nanti akan dikasih berkas lagi dari sana dan kita disuruh untuk menuju "Ujian Teori". 

Ini nih saat dimana jantung mulai berdebar-debar memikirkan gimana hasilnya!

Ruangan Ujian Teori Pembuatan SIM Baru berada di lorong ujung, belok kanan. Kita tinggal masuk saja ke sana, dan di dalam ruangan sudah ada satu petugas yang berjaga, dengan banyak komputer berada di dalam ruangan. Saya langsung menyerahkan berkas dan langsung disuruh untuk ujian. Tidak sempat berfoto ria di dalam sana, karena prosesnya cepat sekali, sekali masuk langsung disuruh duduk di depan komputer dan mengerjakan tugas. 

Ada banyak soal yang keluar dalam tes itu. 
Soal animasi, yang kita dengarkan perintahnya dengan headphone, dan kita tinggal menjawab Benar atau Salah. Ini soalnya persis banget dengan yang saya lihat di youtube, wkwk. 😄 Makanya untuk tes Ujian Teori ini saya lulus, dengan nilai ujian 74 (lumayan lah ya, daripada lumanyun, wkwk).
Sayangnya, waktu komputernya mau tak foto, nilainya keburu ilang, jadi nggak jadi moto deh, hoho). 
Setelah itu kita beranjak ke Pak Petugas lagi, dikasih berkas, dan kita disuruh keluar dari ruangan (lagi-lagi saya nggak sempat moto ruangannya karena prosesnya cepet banget dan rada takut juga siapa tahu dimarahi oleh Pak Polisi kalau moto sembarangan, hihi).

Dengan hati gembira tentu saja dong ya, saya lalu menuju ke ujian selanjutnya, yaitu "Ujian Praktek". Nah, sebenarnya ujian inilah yang saya takutkan...😤 

Kalau teori its oke lah ya, dengan otak cerdas dan tentu saja pengetahuan yang cukup, pasti dijamin lolos. Tapi kalau ujian praktek? Kalau nggak lihai banget atau sering berlatih, kemungkinan besar akan gagal di ujian ini. Saya sampai menyempatkan diri untuk berlari ke kamar mandi di dekat masjid untuk buang air kecil demi menghilangkan rasa gugup ini. Nyatanya, saat melihat areal Ujian Praktek yang membentang sebegitu rumitnya, tetap saja jantung saya berkejaran, wkwk. 😁 
Bukan apa-apa sih, soalnya saya kan belum pernah berlatih naik motor dengan rintangan seperti itu, dan ini merupakan hal baru yang begitu waw di mata saya (termasuk tersebab kurangnya info atau edukasi dari pihak Polres ataupun masyarakat yang terupload di internet, jadi lumayan membuat saya kaget melihat titiannya).

Berikut beberapa foto yang sempat saya ambil:

(Foto rintangan dari samping)


(Foto rintangan dilihat dari sudut kiri atau pintu masuk lokasi.)



(Ini adalah rintangan pertama: Berputar di angka 8 sebanyak 3x putaran)



(Ini adalah rintangan kedua: Melaju dengan presnel 1 dan 2 dengan kecepatan minimal 30km/jam, lalu berhenti atau ngerem mendadak di kotak kuning dengan kaki kiri saja yang menyentuh tanah.)


(Ini adalah rintangan ketiga: Zigzag! Kalau besi sampai jatuh berarti gagal.)


(Ini adalah rintangan keempat: Melaju kencang dengan presnel 2, lalu berhenti mendadak di kotak pertigaan depan (kaki tidak boleh menginjak tanah), lalu kita akan diarahkan oleh Pak Polisi suruh belok ke kanan atau ke kiri, dan berhenti di kotak paling ujung.)

(Rintangan kelima tidak sempat saya foto, karena mulanya saya tidak tahu kalau sebenarnya ada 5 rintangan, yaitu terletak pada samping sebelah kirinya. Teman-teman bisa melihat foto rintangannya pada gambar di atas yang ada 2 penghalang berwarna oranye, yang saya foto dari samping. Rintangannya adalah: berbelok atau berputar ke arah kanan dalam satu jalur. Dah itu saja.)


(Bagi yang belum mengerti pada penjelasan saya di atas, mungkin ini bisa mencerahkan. Rangkaian Tahapan Ujian Praktek SIM C. Lihat, ada 5 tahapan, dan alur yang harus kita lewati.)



(Foto-foto iseng, sebenarnya pengen berfoto disini sih, tapi karena saya cuma berangkat sendirian jadinya ya nggak bisa, hehe. Foto maskotnya saja.) 😁



(Jam 10.00 tepat, ujian sudah dimulai yaa. Lihat, itu adalah peserta pertama yang akan uji coba kemampuan. Sebenarnya saya adalah peserta yang datang ke lokasi pertama kali. Tapi karena masih takut, saya memilih untuk daftar di urutan yang rada di bawah, wkwk... jirih ya!) 😅

Nah, untuk tempat penyerahan berkas atau pendaftaran tes Ujian Praktek adalah di tempat yang ada Pak Polisinya itu, di sudut lapangan. Kalau kamu yakin bisa, langsung saja daftar di urutan atas, biar cepet dites dan cepet pulang juga. Tapi kalau mau cek ombak dulu dengan melihat peserta lain, mending duduk menunggu dulu di gazebo untuk daftar di urutan kesekian, biar tidak grogi ya, karena tes ini sangat-sangat butuh khon-shen-tra-cy! 😷

Enaknya, dalam tes ini kita boleh menggunakan motor kita sendiri (tidak harus menggunakan motor yang disediakan dari kepolisian; ada matic dan presnel; kita bisa memilihnya). Dalam kesempatan kali ini, saya lebih memilih untuk memakai motor saya sendiri, motor kesayangan, yang telah menemani saya selama beberapa tahun terakhir (lebay). Kebetulan juga saya kan parkir di dalam, jadi gampang diambil.

Baru juga kembali dari ngambil motor, saya tanya sama peserta yang lain, ternyata sudah ada peserta yang gugur sebanyak 3 orang! Waw, cuma beberapa menit saja sudah ada 3 orang yang gugur?

Saya makin deg-degan, tapi ya tetap nggak boleh gigrik. Kalau nggak dijalani kan ya nggak bakalan lolos. Maka dari itu sebisa mungkin untuk menenangkan diri, pikirkan yang baik-baik saja. Harapan saya sih sekali tes langsung lolos gitu, soalnya nggak setiap hari saya bisa keluar dalam waktu yang lama, karena baru punya anak kecil-kecil yang tidak bisa ditinggal lama-lama. Ini menyempatkan diri nyari SIM juga lantaran sekalian mau beli popok di belakang Matahari, hehe. (curhat.mode.on)

Setelah ada satu peserta lagi yang gagal di rintangan angka 8, nama saya pun akhirnya dipanggil. Buset, cepet banget, batin saya.

Saya pun berdoa, kemudian memakai helm. Siap-siap masuk ke rintangan angka 8. Kenapa rata-rata banyak yang tidak lolos di rintangan ini ya? Termasuk ibu-ibu yang datang kesini tadi untuk mengulang tes, setelah seminggu yang lalu mendaftar tapi gagal juga. Tangan saya jadi gemetaran membayangkannya, tapi tetap saya berusaha fokus. Saya yakin pasti bisa melewati rintangan ini. Untuk menghilangkan kegugupan, saat berkendara saya selalu membayangkan sedang menggendong anak saya yang masih kecil, yang baru setahun, yang selalu saya gendong di gendongan depan, karena saat menggendong anak, saya pasti berkendara dengan pelan-pelan, dan sempat juga bernyanyi kecil dengan lagu yang biasa saya dendangkan sewaktu saya menidurkan anak saya di malam hari. 

"Kupu-kupu yang lucu... Kemana engkau terbang... Hilir mudik mencari... Bunga-bunga yang kembang..."

Satu putaran, dua putaran, oh genduk, bantulah bapakmu melewati rintangan ini, doa saya, dan... tiga putaran!!

Hore, saya berhasil melewati rintangan ini! Hah, nggak nyangka! Padahal ya kelihatan lumayan sulit banget karena lebar rintangan yang lumayan sempit dan ada patok di kanan kiri kita. Saya bersyukur dan mengembuskan napas lega dan langsung disuruh untuk menuju ke rindangan selanjutnya...

Rintangan kedua kayaknya cukup mudah. Kita cuma berkendara lurus saja, dengan presnel 1 dan 2, kemudian berhenti di kotak warna kuning dengan rem mendadak, dan kaki kiri yang turun menginjak tanah. Tantangan kedua ini dengan sangat mudah saya lewati. Kegugupan saya sudah berkurang drastis.

Tapi, saat melewati rintangan ketiga, yaitu berkendara dengan zigzag, saya kurang konsentrasi dan mungkin belum pernah berlatih track seperti ini juga sih, sehingga belum tahu gimana trik yang bisa diterapkan agar bisa lolos menghindar dari palang-palang yang jaraknya sangat sempit itu. Saya berkendara terlalu menepi! Akibatnya, aduh, ujung motor nggak nyampe untuk masuk ke tikungan selanjutnya! Gagal deh saya di rintangan ini! Saya keringetan...

Dengan lemas saya menuju ke Pos untuk mengambil selembar berkas yang digunakan untuk mengulang Tes Praktek di minggu berikutnya. Gimana ini, saya gagal dan apakah minggu besok saya bisa meninggalkan anak-anak di rumah lagi bersama ibunya? Bukan apa-apa sih. Tapi baru sebulan lalu istri saya melahirkan anak kembar, dan saya merasa nggak tega kalau harus meninggalkan dia bersama dua anak yang lain lagi, yang cebok saja masih membutuhkan bantuan kedua orangtuanya, istilahnya.




(Foto surat untuk mengulang Ujian Praktek di minggu berikutnya)


Saya terduduk lama di gazebo dan tak tahu harus berbuat apa. Selain alasan anak-anak, bahwasannya besok hari Sabtu saya ada acara di Jogja, yang mau tak mau harus kesana, karena untuk mencari nafkah. Nggak mungkin kan di rumah terus, sementara keluarga butuh uang untuk makan. Maka di areal Polres itu kepala saya pusing tujuh keliling. Duh, gimana ini ya baiknya. Masa ke Jogja nggak bawa SIM. Merasa menyesal kenapa kemarin saya lupa untuk pajak perpanjang SIM. 

Di saat duduk di gazebo itu saya melihat ada banyak sekali orang yang membawa surat-surat menuju ke sebuah box truk besar berwarna putih. Mereka sedang apa sih sebenarnya? Kok berkerumun banyak di sana, kemudian ada beberapa orang juga yang berlatih naik motor dengan titian yang sama persis dengan yang diujikan di track Uji Praktek ini. Apakah mereka sedang berlatih sebelum nyari SIM di sini?


 (Foto box putih, yang saya foto sebelum tes, karena penasaran saja.)
 
Orang-orang itu pada masuk ke dalam box putih itu, dan keluar lagi dengan membawa amplop berwarna cokelat muda, yang entah apa isinya, tapi sepertinya berkas-berkas. Sempat saya mengira kalau orang-orang itu adalah para mahasiswa yang sedang berlatih naik motor, emm maksudnya untuk mencari semacam sertifikat motor untuk apa gitu. Tapi buat apa juga ya mahasiswa mencari sertifikat naik motor? Mau buat cari kerja? Rasanya nggak butuh surat seperti itu juga.

Saya juga sempat nyamperin box putih itu, sebelum Ujian Praktek tadi, ya siapa tahu saya bisa meminjam motor itu untuk latihan di areal yang mereka punya. Bayar sedikit gapapa lah ya, yang penting bisa uji coba. Tapi pas sampai di loket (box yang sebelah kiri), saya melihat orang-orang yang berkerumun itu kok mengeluarkan duit yang lumayan banyak ya. Ada yang ratusan ribu dan lima puluhan ribu dan jumlahnya berlembar-lembar. Tanpa bertanya saya langsung cabut dari sana, ngapain juga nyoba track motor kalau bayarnya segitu mahal?

Dengan tubuh lemas dan lesu saya kembali menuju ke gedung Pembuatan SIM, dan ambruk di kursi besi depan gedung. Rasa-rasanya energi saya terkuras habis, Ujian Praktek yang kelihatannya sepele ternyata membutuhkan tenaga ekstra. Daripada nanti saya semaput di sana, saya lari saja menuju ke dekat tempat parkir. Jajan nasi kucing di warung hik dan segelas es teh manis. Sempat nelpon istri juga untuk mengabarkan kalau saya masih akan rada lama disini. Belum selesai, kata saya. Bikin SIM ternyata susah.

Dalam kebimbangan yang cukup memeras pikiran itu, saya lalu Wa Om saya, tanya bagaimana jalan keluarnya. Katanya, coba tanya saja sama siap gitu, gimana baiknya. Lalu dengan suatu hal yang nggak bisa saya jelaskan di sini, akhirnya saya tahu, bahwasannya bila kamu gagal di tes Ujian bikin SIM, maka kamu cukup datang ke box putih yang ada di sudut lapangan itu, untuk mendapatkan sertifikat. 

Tanpa panjang lebar akhirnya saya segera berlari ke ujung lapangan itu, tentunya setelah membayar makanan yang telah saya makan tadi

Saya langsung bertanya kepada salah seorang wanita yang berada di dalam box sebelah kiri.
"Mbak, mau nyari sertifikat berkendara,"
"Untuk sepeda motor atau mobil, Mas?" jawab pelayan itu.
"Sepeda motor."
"Bapak sudah tahu biayanya belum?"
"Belum," kataku.
"Untuk biaya pembuatan sertifikat berkendara roda dua adalah 500.000,- Bapak..."
"Hah," terbelalak mata saya, tak percaya dengan kata-kata pegawai itu. "Kok mahal sekali to, Mbak?"
"Iya, Bapak, ini biaya yang baru kita mulai sekitar dua-tiga bulanan yang lalu. Kami dari Jakarta..."

Saya lalu pergi dari sana dengan lesu. 500.000 bok. Mahal sekali biayanya. Bisa untuk beli susu anak saya selama setengah bulan tuh.
Saya lalu Wa Om saya lagi. "Mahal banget, Om, gimana nih?"
"Ya udah bayar saja, susah yo bikin SIM. Daripada nanti bolak-balik..."

Lama sekali saya berpikir tentang hal itu. Dari jam setengah sebelas loh, sampai jam 12 lebih saya masih berada di dalam gedung Polres. Mikir mau ujian lagi nggak besok seminggu lagi. Tapi besok Sabtu mau digunakan tuh untuk pergi ke Jogja. Kalau ujian lagi berarti besok saya harus ninggalin anak-anak lagi. Kasihan istri. Dan belum tentu lolos juga, walau saya yakin pasti ujian besok hasilnya akan lebih bagus daripada sekarang. Tapi, lima ratus ribu weh... Ini bukan uang yang sedikit buat saya. Seorang penjual buku serabutan, yang musti menghidupi 4 orang anak yang masih kecil-kecil. Kalau diibaratkan mungkin kepala saya ini sudah keluar asapnya karena saking lamanya berpikir, wkwk. 😂

Akhirnya, setelah menghayati Wa Om saya lekat-lekat, dan daripada ya bolak-balik yang belum tentu hasilnya, saya lalu berlari ke ATM BRI dan menarik sejumlah uang, untuk kemudian menyerahkan uang ratusan ribu berjumlah 5 lembar itu ke pegawai wanita yang berada di dalam box tadi. Karena saking sebalnya saya sampai nggak bilang lagi mau apa, pokoknya saya datang ke sana kemudian menyodorkan uang 500.000 itu bersama KTP saya. Ditanya punya fotocopy KTP nggak? Nggak, jawab saya judes. 

Lalu dikasih struk, krek-krek-krek, dan saya disuruh masuk ke dalam box putih yang berada di sampingnya.


 (Foto struk pembayaran dari box putih itu. Lihat, baru selesai jam 12.40 guys. Saya foto langsung setelah selesai bikin.)


Ternyata di dalam sana sudah ada dua orang wanita yang juga sedang mencari sertifikat (tapi mobil) dengan diberikan pengarahan dan informasi mengenai tata cara berlalu lintas. Banyak sih pengetahuannya yang disampaikan, yang mungkin kita nggak tahu istilahnya. Seperti blind spot, titik verivenal, dll. Saya merasa jadi bodoh di hadapan pembicara yang masih muda itu, yang tampak seperti anak-anak kuliahan, wkwk. 

Setelah keluar dari box putih, kita lalu disuruh praktek di lapangan. Seperti orang-orang yang tadi pagi saya lihat itu. Yang motor ya pakai motor, yang mobil ya pakai mobil. Yang menurut saya agak aneh adalah pertanyaan dari si pengarah praktek. Dia berkata begini: "Lho, tadi bapak sudah ujian praktek di sana ya?"
"Iya, emang kenapa?"
"Seharusnya kan sebelum ujian praktek kesana, harusnya kan kesini dulu..."
Saya kaget dibuatnya. Berarti, kalau sebelum ujian praktek harus kesini dulu, berarti sama saja suruh bayar 500.000 dulu dong ya. Ih, gimana sih ini?
"Bapak tadi gagal di tahapan yang mana?" tanya mas-mas muda itu lagi.
"Yang nomor 3, zigzag," kata saya.
"Oh, padahal yang paling susah itu yang angka 8 loh Pak, hebat sampeyan bisa lolos."

Lalu saya meliuk-liuk di lintasan, entah nabrak atau enggak, pokoknya selesai gitu aja. Udah, lalu balik ke kasir, dan dikasih amplop cokelat. Isinya cuma selembar sertifikat, yang kini saya sebut sebagai "Surat Surga", dan sebuah buku panduan berkendara yang baik dan benar. 


   (Buku panduan, yang dikasih saat kita selesai bayar, atau saat berada di dalam box untuk mendengarkan ceramah. Saya lihat buku ini banyak yang dibuang di bawah kursi--di dalam box tadi--entah maksudnya apa. Tidak saya foto karena males, dah gitu aja, wkwk).




(Foto Surat Surga yang didapat dari box putih itu).


Setelah mendapatkan Surat Surga tersebut, kita tinggal masuk ke dalam gedung pembuatan SIM dan menyerahkan Surat Surga tersebut ke loket 3, beserta surat warna kuning yang kita terima setelah gagal Ujian Praktek tadi.

Duduk menunggu sebentar, sekira 2 menitan, dan, abrakadabra, jadi deh SIM C yang sangat saya perlukan tersebut... Waw! 😯

Mudah sekali ternyata bikin SIM itu. Kenapa nggak dari tadi aja sih dikasih tahu. Saya sampai mau pingsan gegara nggak makan dari pagi dan ternyata gagal waktu Ujian Praktek. Hiks. Ya walau kita musti merogoh kocek yang tak sedikit untuk kemudahan-kemudahan ini sih. Saya sampai nggak berani bilang ke istri kalau tadi bikin SIM habis uang sekitar 500.000+100.000+30.000=630.000,- Jatah buat beli susu formula dan popok buat anak-anak selama 2 minggu bok. Belum sehabis dari sini musti mampir ke belakang Matahari untuk membeli susu dan popok itu yang sudah habis di rumah. Uang sejuta habis dalam sehari! Perjuangan yang ekstra ya... 😔

But, anyway, saya juga merasa perlu untuk mengucapkan terima kasih kepada si pembuat Surat Surga, yang maaf saya sebut begitu karena saya tidak tahu itu dari PT mana atau institusi apa atau perusahaan apa, dan tidak ada tulisan juga di box putih itu, sehingga mungkin bagi banyak orang akan menimbulkan multitafsir. Terima kasih sudah memudahkan saya dalam mencari SIM, walau sebagai masukan, tolonglah tarifnya jangan mahal-mahal. Saya sudah cukup kapok kalau alasannya biar nggak telat pajak adalah untuk memberi efek jera kepada masyarakat. Serangkaian tes praktek yang sulit; baru saya sadar kalau dari segitu banyak orang yang ikut Tes Teori, yang lolos cuma beberapa orang saja. Dan dari beberapa orang saja itu sama sekali nggak ada yang lulus Ujian Praktek tadi. So sulit pake banget. Kecuali kalau Ujian Prakteknya bisa diulang dua kali, mungkin akan ada beberapa orang yang lolos, jadi nggak usah nunggu minggu depan, hehe...

Akhir kata, terima kasih buat semuanya yang sudah membaca diary saya ini, terima kasih kepada orang-orang baik yang mau membantu saya sewaktu saya bertanya tentang loket-loket yang tadi harus dituju, terima kasih buat pihak kepolisian, terima kasih buat semuanya. Saya menulis diary ini bukan untuk bermaksud menyudutkan kepada salah satu atau banyak pihak, tapi karena memang saya mengalami sendiri kejadian ini, dan demi sarana edukasi kepada masyarakat, khususnya yang tinggal di kota Klaten.

Peristiwa ini berlangsung pada akhir bulan Agustus 2018 ya. Jadi tidak tahu kalau misalnya untuk berapa bulan ke depan akan seperti apa lagi kejadiannya.

Salam hormat kepada semuanya,
Mari kita taat pajak. 😊








TERTAWALAH SEBELUM TERTAWA ITU DILARANG!!!

Ning, nong, ning, glung, Pak Bayan...
Sego jagung ora doyan...
Iwak ingkung, enak'e...
Kesandung dingklek, aduh Mbok'e...
:D

Total Tayangan Halaman

Cari

Nek arep nggoleki lewat kene: